Memimpin dengan Keikhlasan
| News.Uad.Ac.Id | 21 Oktober 2021 |
Tepat pada 9 Oktober 2019, Dr. Muchlas, M.T. resmi dilantik
sebagai Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD), masa bakti
2019‒2023 menggantikan rektor periode sebelumnya Dr.
Kasiyarno, M.Hum. Masih teringat pula, isi dari pidato Dr.
Muchlas pada saat itu yang mengajak seluruh civitas akademika
untuk bersama memajukan dan memakmurkan UAD. Tujuannya
agar UAD menjadi perguruan tinggi yang leading dalam
mencetak intelektual unggul berdaya saing tinggi, berkepribadian
islami, serta memiliki integritas moral dan intelektual.
Sebagai rektor, beberapa langkah sudah ia persiapkan, yakni
mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
industri di era sekarang ini, mengembangkan konten
pembelajaran sesuai kebutuhan dunia usaha dan industri, serta
melakukan reformasi konten dan metodologi pembelajaran atau
pendidikan melalui pendekatan digitalisasi. Hal ini ia lakukan
sebagai komitmen dirinya dalam menjadi rektor yang
berkompeten.
Saat ini, perjalanannya menjadi orang nomor satu di UAD sudah
memasuki usia dua tahun. Kepemimpinannya juga berhasil
meraih beberapa capaian dan prestasi yang membanggakan,
tetapi ia tidak memungkiri bahwa menjadi seorang pemimpin juga
mengalami pasang-surut tantangan dan hambatan. Dr. Muchlas
memaparkan strategi dan kunci kepemimpinan yang kerap ia
terapkan dalam menakhodai Kampus UAD.
Strategi kepemimpinan seperti apa yang Bapak terapkan dalam
memimpin UAD?
Kami mengembangkan beberapa strategi kepemimpinan.
Pertama, menerapkan kepemimpinan yang bersifat kolektif
kolegial. Kedua, kepemimpinan model partisipatif, di mana
pimpinan dengan yang dipimpin itu bisa bersama-sama
berpartisipasi secara aktif dan memungkinkan tumbuhnya ide-ide
atau gagasan-gagasan muncul dari bawah. Semacam bottom up
atau model yang di dalam konteks total quality management juga
disebut sebagai management by walking about. Sebuah model
kepemimpinan di mana pemimpin itu sering menyapa yang
dipimpin. Cara ini menurut saya lebih efektif karena mendukung
model kepemimpinan partisipatif. Dengan cara seperti itu kami
bisa menumbuhkan sense of belonging yang kuat bagi warga
UAD karena antara pimpinan dan yang dipimpin itu memiliki rasa
yang sama.
Menurut Bapak, nilai apa yang harus diterapkan guna menjadi
pemimpin yang berhasil?
Saya kira, kalau di Muhammadiyah itu yang paling utama adalah
keikhlasan. Nilai keikhlasan itu bisa menggerakkan seorang
pemimpin. Jadi ada spirit untuk menggerakkan seluruh potensi
kami dengan motivasi utamanya hanya semata-mata karena
Allah Swt. Tanpa keikhlasan, kami tidak bisa menjalankan
program ini dengan total. Keikhlasan memiliki tiga dimensi yakni,
pertama, adanya niat. Jadi dalam mengembangkan program-
program yang ada di UAD ini, harus ada niat yang dirancang
dengan sebaik-baiknya.
2
Niat tersebut harus dilandasi dengan semangat itqon,
profesionalisme. Jadi, spirit itqon itu harus ada dalam
menjalankan amal saleh yang berbasis keikhlasan agar seorang
pemimpin dapat memperkirakan apa yang nantinya bermanfaat
dari apa yang dia kerjakan. Kedua, sifat yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin adalah kejujuran. Kejujuran saat ini
merupakan barang yang langka, tapi dengan semangat atau spirit
yang tinggi kami tetap menjunjung tinggi kejujuran di segala
aspek. Ketiga adalah girah, semangat atau passion. Jadi,
pemimpin itu dasarnya harus senang dan menyenangkan.
Jangan sampai memimpin tetapi dengan rasa terpaksa. Ketika
seorang pemimpin bekerja dengan senang dan gembira dan
ditambah dengan rasa ikhlas dapat menjadi kekuatan yang
sangat dahsyat. Jadi ikhlas, jujur, profesional, dan passion itu
yang sangat diperlukan. Nilai lain yang saya rasakan penting
dalam kepemimpinan adalah kedekatan pemimpin dengan yang
dipimpin, saling mendoakan antara yang dipimpin dan yang
memimpin, dan seterusnya.
Melihat pentingnya SDM dalam sebuah lembaga, seberapa
penting peran internal tim dalam membangun UAD?
Iya sangat signifikan. Nah, di situlah tadi pentingnya nilai
kebersamaan di dalam membentuk team work yang kuat yaitu
dari internal. Mengapa dari internal? Karena tim dari internal lebih
memahami secara lebih mendetail tentang budaya (corporate
culture), nilai-nilai yang sudah dikembangkan UAD dibandingkan
jika kami meng-hire tim eksternal. Hal itu jelas gerakannya akan
jauh lebih efektif. Kalaupun ada tim eksternal itu sifatnya sebagai
narasumber yang memberikan informasi-informasi alternatif yang
kami perlukan seperti informasi yang mungkin belum kami miliki,
maka kami mintakan orang lain untuk berbicara. Karena
3
kebersamaannya sudah ada, jadi tidak perlu lagi melakukan
penyesuaian-penyesuaian yang lama. Karena apa?
Karena budaya, kultur atau corporate culture-nya itu sudah
terbangun sehingga mudah untuk menggerakkan mereka. Secara
finansial pun, tim internal lebih efisien.
Dalam mencapai sebuah prestasi ini, tentu UAD tak lepas dari
hambatan dan masalah. Apa saja hambatan dan masalahnya?
Tantangan sesungguhnya lebih banyak dari faktor motivasi dari
civitas akademika. Kalau dari sisi sistem dan kebijakan saya kira
UAD sudah siap. Contohnya seperti di kemahasiswaan yang
mencanangkan tagline “Prestasi Adalah Budaya Kita” guna
meningkatkan motivasi dalam mencetak prestasi. Tagline seperti
itu merupakan upaya manajemen untuk dapat mendorong
munculnya prestasi di bidang kemahasiswaan. Tentu juga kami
siapkan dana, struktur, dan unsur pendukung lainnya guna
menjawab tantangan tersebut. Tantangan lainnya yaitu mengenai
penerimaan mahasiswa baru. Kami berhadapan dengan calon-
calon mahasiswa yang mungkin ketika mendaftar masih belum
sepenuhnya menetapkan UAD sebagai pilihan utama, walaupun
di beberapa prodi calon mahasiswanya sudah menjadikan UAD
sebagai pilihan utama.
Apa sajakah target dan harapan UAD ke depannya?
Target UAD ke depan adalah menjadi universitas yang unggul,
inovatif, dan dapat lebih banyak lagi memberikan manfaat bagi
masyarakat seluruh dunia. Kemudian kami menargetkan UAD ke
depannya dapat menjadi universitas dengan civitas akademika
yang memiliki spirit dalam membangun pendidikan searah
dengan spirit K.H. Ahmad Dahlan. Selain melahirkan kinerja
pekerjaan yang profesional tapi dari sisi yang lain kekuatan ini
4
dapat membangun universitas yang dapat memberikan manfaat
bagi kemanusiaan, bangsa, negara, serta alam semesta.
5