bendera australiaKunjungan saya ke Australia hari pertama harus mengikuti jadwal yang sangat padat. Setelah pagi hari pada 20 November 2013 mengikuti gathering dengan pemerintah Victoria di Council Building kota Melbourne, sore harinya diajak diskusi oleh Direktur Pusat Indonesia-Australia, Monash University, Prof. Paul Ramadge. Untuk membangun pusat studi ini, pemerintah Australia mengeluarkan dana sebesar $15 juta, guna mendorong penelitian dan inisiatif bisnis serta untuk memperkuat hubungan antara kedua negara. Dalam diskusi yang berlangsung hampir satu jam ini, Prof. Paul Ramadge menceriterakan terlebih dahulu proses pembentukan pusat studi ini dengan menunjukkan berbagai sudut ruangan kantornya yang dipenuhi dengan asesoris bernuansa Indonesia.

pusat-indonesia-uasy-1

Diskusi Delegasi UAD terdiri atas Dr. Kasiyarno, M.Hum (rektor UAD), Nizam Ahsani, Dwi Santoso, Bambang W. Pratolo, dan Herlina (Ph.D. Student) dengan Prof. Paul Ramadge (Direktur Pusat Studi Australia-Indonesia)

Dari diskusi ini terkesan sekali kalau pihak Australia benar-benar merasa berkepentingan terhadap Indonesia sehingga merasa perlu melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan Indonesia. Kesan ini juga terlihat ketika saya dan rombongan diterima dengan sangat baik dan mengesankan seolah-olah tidak terjadi masalah antar kedua negara, padahal pada hari yang sama pemerintah RI baru saja menarik duta besarnya dari Canberra karena kasus penyadapan telepon pejabat-pejabat tinggi Infonesia oleh intelijen Australia. Saya pikir bagi bangsa Indonesia tidak masalah kalau Australia ingin menjadi tetangga yang baik, namun tentu dengan tetap menjunjung etika pergaulan Internasional.

pusat-indonesia-uasy-2Bersama Prof. Paul Ramadge (Direktur) sebelum meninggalkan  Pusat Studi Australia-Indonesia di Monash University

Salam persahabatan dunia.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *